A. PENDAHULUAN
Kesadaran
membangun peradaban masyarakat (civic civilization) yang berbudaya
merupakan tanggungjawab setiap komponen bangsa. Oleh karena itu segala upaya
masyarakat yang mengarah kepada lahirnya gerakan yang turut membantu
terciptanya suasana hidup yang dinamis, harmonis dan kreatif hendaknya mendapat
dukungan bersama.
Di
beberapa negara maju, terutama negara-negara Barat, kreatifitas masyarakat
sangat dihargai. Mereka mempunyai asumsi bahwa memberikan ruang gerak bagi
bersemainya semangat dinamis dan progresif adalah suasana yang dapat saling
menunjang lahirnya produktifitas diantara mereka.
Namun
sayang bahwa dunia Barat lebih mengedepankan gaya hidup kapitalis. Aktualisasi
diri lebih banyak didasari oleh adanya pemikiran untuk menciptakan
produktifitas yang sebanyak-banyaknya. Kerja sama diantara mereka lebih banyak
dipengaruhi oleh adanya kesamaan kepentingan untuk menghasilkan produk
bukan didasarkan pada nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Semangat hidup tidak lagi dilandasi
oleh nilai-nilai humanistik tetapi nilai-nilai mekanik. Dari perilaku ini akhirnya muncul kelompok-kelompok elit secara ekonomis
tetapi rapuh secara spirituil.
Dampak negatif dari persoalan di atas melahirkan komunitas yang acuh,
tidak peduli terhadap sesama dan rentan terhadap tindak kejahatan. Kelas-kelas
masyarakat susah untuk berkomunikasi, masing-masing bersikukuh pada gengsi
kelompoknya masing-masing.
B. DASAR PEMIKIRAN
Islam sebagai agama yang egaliter,
mengajarkan sikap persaudaraan antar sesama, saling mengingatkan untuk berbuat
kebaikan dan saling menganjurkan untuk bersabar. Makna dari anjuran ini adalah
bagaimana antar sesama muslim senantiasa dapat berkomunikasi dengan baik
dalam berbagai hal, sehingga cita-cita untuk mewujudkan komunitas yang shaleh
dapat diaksentuasi dalam derap langkah kehidupan nyata.
Karenanya,
upaya untuk membangun masyarakat yang shaleh, baik dalam arti kata religi
maupun sosial harus menjadi “kerja” yang tidak pernah berhenti dan
berkesudahan. Ibarat gumpalan awan, setiap kita memiliki kewajiban untuk menghamburkan
khazanah "air" yang dikandungnya sebagai hujan demi tumbuhnya
benih-benih kehidupan baru, terlebih lagi Hurin 'In yang kediriannya
didasarkan pada nilai keluhuran, dituntut untuk dapat memberi warna keilahian
yang bersifat adil, yang manusiawi, yang damai, buat semua manusia dimuka bumi.
Dengan demikian, bagi Hurin ‘In, meski letak geografisnya sangat berdekatan dengan
komplek prostitusi, pembenahan dan pengembangan, baik sarana maupun prasarana,
fisik maupun non fisik, harus terus dilakukan agar misi profetis yang diemban dapat berjalan dengan baik dan dijadikan sebagai
konstribusi nyata ditengah kegalauan bangsa (sepanjang era reformasi) mencari
eksistensi dirinya sendiri.
Terlebih dengan semakin padatnya penduduk
Jati Bunder, dimana Hurin ‘In berada, dan kondisi bangunan yang sudah mulai
rapuh disani-sini yang dimiliki Hurin ‘In, sungguh memprihatinkan dan dapat
mengancam keselamatan siswa-siswi Hurin ‘In.
Tidak ada pilihan lain, kecuali Hurin ‘In
melakukan renovasi bangunan fisiknya agar tetap eksis menjadi institusi
pendidikan alternatif yang dapat memenuhi hak setiap orang untuk mendapatkan
pendidikan yang layak.
Hurin ‘In mengajak kepada segenap
komponen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur ini. (Melvin Sonayya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar